Rabu, 13 Oktober 2021

Penyebab Alergi Sesudah Mengkonsumsi Ikan

Sebagian orang mungkin pernah mengalami hal ini. Beberapa dikala sehabis memakan ikan tongkol atau tenggiri, sekujur badan tiba-tiba terasa gatal, tampang memerah, di beberapa tempat terdapat bercak-bercak merah dan sedikit bisul, verbal terasa panas atau pedas, suhu tubuh meningkat, bahkan adakala muntah dan diare disertai dengan turunnya tekanan darah. Khalayak biasa umummenyebutnya selaku alergi, pada kenyataannya perumpamaan ini tidak tepat. Gejala seperti di atas timbul selaku reaksi adanya senyawa histamin pada ikan-ikan jenis Scombridae dan Scomberesocidae yang kita konsumsi. Karena itu, masalah sejenis ini lebih tepat disebut keracunan histamin.


FDA (Food and Drug Administration) melaporan bahwa salah satu penyebab refusal terhadap produk-produk perikanan dari Indonesia yaitu adanya kandungan histamin yang melampaui 50 ppm. Sedangkan kandungan histamin sebesar 20 mg/ 100 gr ikan, terjadi alasannya yakni penanganan ikan yang tidak hiegenis.

Histidin dan Histamin

Histidin (C6H9N3O2) merupakan satu dari 20 asam amino dasar yang ada dalam protein. Bagi insan, histidin merupakan asam amino yang esensial bagi bawah umur. Rantai samping imidazol dan nilai pKa yang relatif netral (yakni 6,0) memiliki arti bahwa pergeseran sedikit saja pada pH sel akan mengganti muatannya.

Histamin merupakan suatu senyawa amina nabati yang disebut juga bioamina.  Histamin ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich pada tahun 1878. Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak terdapat pada ikan. Asam amino ini merupakan salah satu dari sepuluh asam amino esensial yang diharapkan oleh anak-anak dan bayi namun bukan asam amino esensial bagi orang remaja. 

Histamin bentuk berwarna higroskopiskristal yang mencair pada 84 ° C, dan gampang dilarutkan dalam air atau etanol , tetapi tidak dalam eter . Dalam larutan histamin ada di dua tautomer bentuk, N π-H-histamin danN τ-H-histamin.

Proses Sintesis Histamin

Proses sintesis histamin disebabkan oleh kondisi lingkungan penyimpanan dan penanganan ikan yang tidak menyanggupi persyaratan hiegenis dan sanitasi yang mampu menghasilkan basil dari golongan Enterobacteriaceae. Kelompok basil ini terdapat di insang dan dalam usus atau perut ikan. Bakteri tersebut bisa memproduksi histamin dari histidine dalam jumlah tinggi ialah: Proteus marganii (bigeye, skipjack), Enterobacteri aerogenes (skipjack), Clostridium pefringens (skipjack), Morganella morganii (mackerel).

Perombakan histidin menjadi histamin berjalan secara intraseluler. Pada ketika ikan mati, ikan akan mengalami proses kemunduran mutu, protein daging ikan terurai menjadi komponen penyusunnya yakni asam amino. Pada ketika itu, ammonia dan amino nitrogen pada ikan sudah banyak, asam amino histidin berada dalam bentuk terikat masuk ke dalam sel kuman lewat tata cara transportasi aktif. Lalu, basil kalangan Enterobacteriacea yang memproduksi enzim histidine decarboxylase (HDC) menimbulkan asam amino histidin mengalami dekarboksilase (pemutusan gugus karboksil) dan melepaskan CO2. Histidin bebas pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain ibarat putresin (dari ornitin), kadaverin (dari lisin), dan spermidin dan spermin (dari arginin). Lalu histamin disekresikan keluar dari sel.

Toksisitas histamin bertambah sewaktu ada amin biogenik lain yang ikut dimakan seperti putresin dan kadverin. Histamin dibentuk oleh kuman selaku hasil metabolit sekunder untuk penyeimbang kondisi lingkungan yang makin asam bagi pertumbuhannya karena histamin bersifat alkalis (basa) dan akan memunculkan naiknya pH lingkungan. Sehingga kondisi lingkungan yang semakin asam final proses dekomposisi (pembusukan) maupun proses fermentasi mampu diseimbangkan dengan adanya histamin.

Histamin tidak membahayakan bila dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, merupakan 8 mg/ 100 gr ikan. Keracunan ini biasanya akan muncul alasannya ialah tingginya kadar histamin yang terdapat pada ikan yang dimakan. Menurut FDA (Food and Drug Administration) keracunan histamin akan berbahaya bila seseorang mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin 50 mg/100 gr ikan.

Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase (DAO) dan Histamine N-methyl transferase (HMT) dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya. Akan tetapi kalau dosis histamin yang dimakan besar maka kesanggupan dari DAO dan HMT untuk merusak histamin akan menimbulkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh.

Alergi ataupun keracunan dapat timbul alasannya kadar histamin yang tinggi masuk ke dalam tata cara pencernaan, kemudian diserap oleh pembuluh darah dinding usus dan masuk ke dalam pembuluh darah yang mau menimbulkan pelebaran pembuluh darah dan memajukan permiabilitas kapiler darah serta memunculkan pembengkakan dan warna merah pada kulit.

Kandungan histamin pada ikan tinggi karena proses dekarboksilasi histidin meningkat. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan penyimpanan dan penanganan ikan yang tidak menyanggupi tolok ukur hiegenis dan sanitasi dan juga mampu berjalan pada dikala kondisi ikan masih tampakbaik. Seperti halnya kemajuan basil, proses dekarboksilasi histidin berlangsung cepat pada suhu ruang, dengan suhu optimum 35°C. 

Selain itu, karena sifat histamin yang stabil selama pemanasan dan pembekuan juga mampu menimbulkan ikan yang mengandung histamin dalam jumlah tinggi dimasak lebih lanjut menjadi produk olahan ikan baik itu pembekuan, dimasak, dikuring atau dikalengkan maka produk tamat yang dihasilkan akan tetap mengandung histamin dalam jumlah tinggi. Karena itu keracunan histamin bisa tetap terjadi.

Menahan Laju Peningkatan Kadar Histamin

Histamin tidak dapat dirusak oleh pembekuan, dimasak, dikuring atau dikalengkan. Oleh sebab itu, untuk mencegah keracunan histamin maka kadar histamin ikan mesti dijaga supaya tetap rendah. Ada beberapa cara yang mampu dilaksanakan untuk menjaga histamin ikan tetap rendah.

Pada keadaan suhu ruang antara 25-38oC kuman pembentuk histamin bisa meningkat dengan pesat, demikian pula dengan proses dekarboksilasi histidin menjadi histamin. FDA (Food and Drug Administration) merekomendasikan pendinginan cepat dipergunakan sehabis ikan mengalami maut agar pertumbuhan basil dan pembentukan histamin mampu dihambat. Penanganan terhadap ikan sehabis mengalami akhir hayat mesti menggunakan suhu dibawah 40oF (4,4oC) selama 12 jam atau pada suhu 50oF (10oC) selama 9 jam.

Selain itu, histidine decarboxylase (HDC) merupakan enzim pada beberapa basil yang berperan dalam perombakan histidin menjadi histamin. Aktivitas enzim HDC dipengaruhin oleh suhu dan pH. Suhu 20oC merupakan suhu optimum bagi proses katalitik enzim HDC. Peningkatan suhu sampai diatas 40oC mengakibatkan acara enzim berkurang. Sedangkan kisaran nilai pH 4 merupakan pH optimum bagi program enzim. Pada pH netral atau alkalin acara enzim cenderung menurun, berbarengan dengan kenaikan nilai Km enzim HDC. Pengurangan acara enzim juga mampu dikerjakan dengan mutasi ataupun penambahan asam amino yang menyusun rangkaian polipeptidanya.

Penyebab timbulnya tanda-tanda-gejala alergi setelah memakan ikan yaitu adanya kandungan histamin dalam daging ikan dan produk-produk perikanan. Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak terdapat pada ikan yang terbentuk balasan program enzim histidine decarboxylase dari kuman Enterobacteriaceae. Salah satu cara pencegahannya yaitu melaksanakan penanganan dengan proses pendinginan dibawah 4oC yang dapat menghambat laju perkembangan kuman dan penghematan kegiatan enzim dengan peningkatan suhu hingga diatas 40oC dan menetralkan pH.


Referensi Sumber : Academia.edu, Makalah "Teknologi Hasil Perikanan Tradisional Penyebab Alergi Setelah Konsumsi Ikan".

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)