Demi keberhasilan usaha budidaya ikan lele, problem air harus benar-benar diperhatikan. Mulai dari perlakuan sebelum dipakai serta cara menggunakan dan mengaturnya agar mutu air di kolam pemeliharaan lele terjaga dan terkendali dengan baik. Dengan demikian, ikan menjadi sehat dan cepat berkembang. Pada budidaya lele, pengaturan air berafiliasi dengan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan, dan pemeliharaan yang dalam praktiknya ada sedikit perbedaan.
1. Manajemen air pemeliharaan induk
Dalam pengelolaan air pada budidaya ikan lele, perlu manjemen yang kaik. Hal pertama yakni pemeliharaan induk. Untuk pemeliharaan induk bisa menggunakan air sungai, air irigasi, air sawah, air sumur, air bekas kolam, bahkan air selokan. Sebelum dipakai, air untuk pemeliharaan induk tidak butuhdiendapkan, kecuali air hujan. Secara fisik, induk lele sudah tahan kepada perubahan, suhu, pH, dan kadar oksigen yang rendah serta bisa beradaptasi dengan air gres. Khusus untuk kolam induk, airnya harus dikeruhkan dengan pekat menggunakan tanah sawah atau tanah merah. Tujuannya untuk mencegah perkelahian dan pemijahan liar di kolam pemeliharaan.
Untuk menjaga mutu air kolam pemeliharaan, perlu adanya pengawasan terpola , baik harian atau mingguan. Pergantian air sangat tergantung pada kepadatan ikan, jenis pakan, dan banyaknya pakan yang diberikan. Semakin padat ikan dan jumlah pakan yang diberikan, frekuensi pengantian air pastinya lebih sering. Air kolam yang telah menurun kualitasnya ditandai dengan busuk menyegat dan tidak sedap, air berbusa, terlalu keruh, berlendir, atau ada indukan yang mengantungiindakan yang dijalankan untuk menetralisir air tersebut antara lain sebagai berikut.
- Mengurangi, kemudian menambah air sesuai volume yang dikurangi.
- Pergantian air total kalau ada induk yang mengambang.
- Penambahan air gres dan dibiarkan meluap melalui pembuangan.
- santunan probiotik pengencer air serta pengurai sisa pakan dan amoniak.
2. Manajemen air untuk pemijahan dan penetasan telur
Dalam Manajemen Air budidaya ikan lele yang kedua ialah untuk pemijahan dan penetasan telur. Air untuk pemijahan yang mampu dimanfaatkan bisa berasai dari mata air, sungai, irigasi, sumur bor, sumur gali, atau air ledeng yang tidak menggunakan kaporit. Air sungai dan irigasi seharusnya diendapkan sebelum digunakan semoga partikel-partikel terlarutnya mengendap. Kelemahan dari air sungai dan irigasi terkadang mengandung bibit hama yang bisa memangsa larva saat telur menetas. Air yang diendapkan lebih dari tiga hari tidak baik untuk pemijahan dan penetasan alasannya adalah terlalu masbodoh serta bisa menjadi kawasan tumbuhnya hama dan bibit penyakit. Pengendapan air cukup semalam saja, setelah itu pribadi dipakai.
Air yang terlalu asam (pH rendah) atau basa (pH tinggi) masih bisa dipakai dengan cara menetralisir pH-nya terlebih dahulu. Air yang asam bisa dinaikkan pH-nya dengan kapur pertanian atau soda camilan manis. Untuk air yang pH-nya tinggi bisa diturunkan dengan jeruk nipis, asam belimbing sayur, atau cuka. Setelah pH-nya netral, air diendapkan sekitar 1-2 malam; kemudian bisa dipakai baik untuk pemijahan, pemeliharaan benih, ataupun pembesaran. Air hujan tidak baik untuk pemijahan dan penetasan telur. Selain asam dan masbodoh, kadar oksigen terlarutjuga sangat minim sehingga membuat telur gagal menetas.
3. Manajemen air untuk pendederan
Manajemen Air budidaya ikan lele yang ketiga yaitu untuk pendederan. Permasalahan air pada kecerdikan daya lele tahap pendederan yaitu tidak netralnya air yang digunakan. Supaya kondusif, sebaiknya air diendapkan sekurang-kurangnya1-2 malam. Kolam terbuka yang terkena hujan bisa menyebabkar pH berganti. Selain itu, suhu menjadi hambar dan kadar oksigen air menurun sehingga ikan menjadi stres, mengambang, atau mati. Untuk mengatasinya bisa dengan membuang setengah air kolam dan diganti dengan air gres yang sudah diendapkan. Bisa juga menebarkan beberapa genggam garam ikan pada saat hujan turun atau sesudah berhenti.
Untuk mengoptimalkan pH air, bisa memakai soda kudapan cantik (contohnya ferrnipan). Caranya yaitu menyeduhnya terlebih dulu. kemudian disebar ke dalam kolam. Dosisnya 1/2 sendok teh/m3 yang dilarutkan dalam air. Kontrol harian dapat dijalankan dengan berbagai cara. Bila mutu air di kolam pemeliharaan mulai menurun, segera dinetralisir dengan penambahan, pengurangar overflow (diluapkan), atau diencerkan dengan probiotik Frekuensinya tergantung kepadatan ikan dan jenis pakan yang diberikan, antara 2-5 hari sekali.
4. Manajemen air untuk pembesaran
Manajemen Air budidaya ikan lele yang ke empat yaitu untuk pembesaran. Air kolam pembesaran kualitasnya mesti dilaga semoga ikan tidak terjangkit penyakit atau mati. Sebelum dipakai, semestinya air diendapkan terlebih dulu selama 2-4 hari supaya suhu. pH. dan oksigennya stabil sehingga tidak mengakibatkan ikan stres. Pergantian air di kolam pemeliharaan frekuensinya tidak sesering pembenihan. Hal itu alasannya lele sudah cukup besar dan mampu mengikuti kondisi dengan kondisi air yang kurang baik. Namun, pada kepadatan tinggi, jumlah dan jenis pakan yang diberikan cepat menghancurkan air, mirip pelet, ayam tiren, ikan runcah. Dengan demikian, frekuensi pergantian air harus lebih sering.
Pengantian air sebaiknya dijalankan sebelum air mengalami kerusakan. Mutu air yang jelek akan menurunkan selera makan dan penyebabkan kemajuan ikan terhambat. Air yang jelek juga menjadi kawasan perkembangan bibit penyakit yang bisa menyerang ikan yang mampu mengakibatkan ikan sakit dan mati. Ciri-ciri air yang mesti diganti yakni berbusa atau berwarna cokelat/hijau pekat.
Untuk menjaga mutu air, bisa dijalankan dengan cara pengenceran atau meminimalkan sebagian dan menambah sebanyak air yang terbuang. Probiotik pengurai amoniak dan kotoran juga dapat dipakai atau di-overflow (dibiarkan meluap lewat pembuangan air).